Apa Itu Skabies: Penyebab, Gejala, Pengobatan
Seorang anak usia 12 tahun dibawa ke orang tuanya ke tempat praktek dokter anak, ayahnya menyampaikan masalah kulit dan gatal-gatal yang dialami anaknya. Dokter selanjutnya menanyakan lebih lanjut sang anak : diketahui gatal-gatalnya tersebut sangat menganggu di malam hari, inginnya menggaruk terus sampai lecet atau luka. Bila sudah gatal praktis anak tidak bisa belajar maksimal dan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Informasi selanjutnya yang didapat ternyata anaknya bersekolah dan mondok atau tinggal di asrama. Beberapa temannyapun mempunyai keluhan yang sama. Setelah cukup mewawancarainya, dokter melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan secara spesifik mengamati kelainan kulit yang ada di berbagai lokasi tubuh sang anak. Melihat gejala dan tanda yang khas, dokter menyimpulkan anak tersebut terkena skabies. Dokterpun memberikan obat dan dilakukan edukasi kepada anak tersebut maupun orang tuanya. Dokter juga menitip pesan lewat ayah si anak untuk disampaikan kepada pengasuh asrama terkait upaya higine perorangan maupun lingkungan yang perlu dilakukan untuk mencegah jangan sampai skabies tersebut makin menyebar luas.
Skabies atau dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai gudikan adalah penyakit kulit akibat infeksi parasit yang tersering mengenai anak. Biasanya bila ada satu orang terkena, anggota keluarga satu rumah juga akan tertular. Demikian pula pada mereka yang tinggal satu asrama atau pondokan. Bila penyakitnya tidak terdiagnosa dengan benar atau tidak mendapat terapi yang tepat, maka pasien akan berbulan-bulan tidak sembuh dan akan menurunkan kualitas hidup. Prestasi anak sekolah bisa turun karena anak di malam hari mengalami gatal-gatal, sulit tidur dan akhirnya jadi sulit belajar.
Apa kuman penyebab skabies ?
Kuman penyebab adalah parasit berupa kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Pada pemeriksaan penunjang di fasilitas yang lengkap, pemeriksaan mikroskop cahaya dari bahan kerokan kulit dapat ditemukan kutu dewasa, telur dan skibala (kotoran).
Bagaimana gejala dan tanda klinis skabies ?
Gejala subyektif adalah gatal (menggaruk) malam hari sehingga sulit tidur. Anggota keluarga/teman seasrama biasanya juga punya keluhan yang sama, kulit penuh bekas garukan dan bernanah. Pada pemeriksaan fisik kelainan (lesi) kulit dijumpai hampir di seluruh tubuh, umumnya lesi kulit lebih banyak ditemukan di daerah lipatan kulit termasuk di darah kemaluan (genital). Pada bayi dapat mengenai wajah, telapak tangan dan kaki, sela-sela jari disertai dengan bekas garukan (scratch marks) di berbagai bagian tubuh. Lesi atau kelainan kulit berupa penonjolan padat di kulit kurang dari ½ cm berwarna kemerahan (papul eritematosa), lenting kulit berisi cairan (vesikel), kelainan kulit bekas garukan (ekskoriasi) dan nanah atau darah yang mengering (krusta). Tanda lain adalah terowongan skabies (kanalikuli) tapi sukar dijumpai karena garukan akan menghilangkan ‘terowongan’ tersebut. Pustul (lenting bernanah) dapat dijumpai bila ada infeksi sekunder, bisa disertai juga dengan pembesaran kelenjar getah bening.
Bagaimana dengan terapi atau pengobatan skabies ?
Salep atau krim yang mengandung permentrin 5%, krotamiton 10% atau salep sulfur 4% merupakan obat pilihan pada bayi dan anak yang dioleskan ke seluruh badan pada malam hari. Khusus permentrin tidak boleh diberikan pada bayi usia kurang 2 bulan. Semua anggoita keluarga serumah, seasrama atau sepondokan harus mendapat pengobatan yang sama dan serentak.
Apa lagi yang harus diperhatikan dalam pengobatan skabies ini ?
Pasien perlu diedukasi tentang higiene perorangan dan lingkungan. Sumber infeksi harus dibasmi : alat tidur (bantal, kasur, guling, sarung bantal, seprei) harus dijemur. Pakaian dan handuk tidak boleh tukar pakai atau dipakai bersama, cuci dengan direndam air panas terlebih dulu atau menggunakan lysol dan bayclin. Kesulitan pengobatan terjadi pada anak-anak yang tinggal di asrama atau pondokan. Walau sudah diobati dan disolasi di rumah, skabies dapat terkena kembali. Untuk itu butuh kegiatan edukasi dan eradikasi baik di asrama maupun pondokan. Orang tua dari anak yang terkena skabies hendaknya berkoordinasi dengan pengasuh asrama atau pondokan perihal ini.
Sumber bacaan : Buku Naskah PKB X IDAI Cabang IDAI Jakarta, Best Practise in Pediatrics, 17-18 Februari 2013.
[Disadur dari artikel dr. Mohammad Muchlis, berjudul: Skabies]
Skabies atau dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai gudikan adalah penyakit kulit akibat infeksi parasit yang tersering mengenai anak. Biasanya bila ada satu orang terkena, anggota keluarga satu rumah juga akan tertular. Demikian pula pada mereka yang tinggal satu asrama atau pondokan. Bila penyakitnya tidak terdiagnosa dengan benar atau tidak mendapat terapi yang tepat, maka pasien akan berbulan-bulan tidak sembuh dan akan menurunkan kualitas hidup. Prestasi anak sekolah bisa turun karena anak di malam hari mengalami gatal-gatal, sulit tidur dan akhirnya jadi sulit belajar.
Apa kuman penyebab skabies ?
Kuman penyebab adalah parasit berupa kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Pada pemeriksaan penunjang di fasilitas yang lengkap, pemeriksaan mikroskop cahaya dari bahan kerokan kulit dapat ditemukan kutu dewasa, telur dan skibala (kotoran).
Bagaimana gejala dan tanda klinis skabies ?
Gejala subyektif adalah gatal (menggaruk) malam hari sehingga sulit tidur. Anggota keluarga/teman seasrama biasanya juga punya keluhan yang sama, kulit penuh bekas garukan dan bernanah. Pada pemeriksaan fisik kelainan (lesi) kulit dijumpai hampir di seluruh tubuh, umumnya lesi kulit lebih banyak ditemukan di daerah lipatan kulit termasuk di darah kemaluan (genital). Pada bayi dapat mengenai wajah, telapak tangan dan kaki, sela-sela jari disertai dengan bekas garukan (scratch marks) di berbagai bagian tubuh. Lesi atau kelainan kulit berupa penonjolan padat di kulit kurang dari ½ cm berwarna kemerahan (papul eritematosa), lenting kulit berisi cairan (vesikel), kelainan kulit bekas garukan (ekskoriasi) dan nanah atau darah yang mengering (krusta). Tanda lain adalah terowongan skabies (kanalikuli) tapi sukar dijumpai karena garukan akan menghilangkan ‘terowongan’ tersebut. Pustul (lenting bernanah) dapat dijumpai bila ada infeksi sekunder, bisa disertai juga dengan pembesaran kelenjar getah bening.
Gambar gejala scabies [image: myhealth.alberta.ca] |
Bagaimana dengan terapi atau pengobatan skabies ?
Salep atau krim yang mengandung permentrin 5%, krotamiton 10% atau salep sulfur 4% merupakan obat pilihan pada bayi dan anak yang dioleskan ke seluruh badan pada malam hari. Khusus permentrin tidak boleh diberikan pada bayi usia kurang 2 bulan. Semua anggoita keluarga serumah, seasrama atau sepondokan harus mendapat pengobatan yang sama dan serentak.
Apa lagi yang harus diperhatikan dalam pengobatan skabies ini ?
Pasien perlu diedukasi tentang higiene perorangan dan lingkungan. Sumber infeksi harus dibasmi : alat tidur (bantal, kasur, guling, sarung bantal, seprei) harus dijemur. Pakaian dan handuk tidak boleh tukar pakai atau dipakai bersama, cuci dengan direndam air panas terlebih dulu atau menggunakan lysol dan bayclin. Kesulitan pengobatan terjadi pada anak-anak yang tinggal di asrama atau pondokan. Walau sudah diobati dan disolasi di rumah, skabies dapat terkena kembali. Untuk itu butuh kegiatan edukasi dan eradikasi baik di asrama maupun pondokan. Orang tua dari anak yang terkena skabies hendaknya berkoordinasi dengan pengasuh asrama atau pondokan perihal ini.
Sumber bacaan : Buku Naskah PKB X IDAI Cabang IDAI Jakarta, Best Practise in Pediatrics, 17-18 Februari 2013.
[Disadur dari artikel dr. Mohammad Muchlis, berjudul: Skabies]
Posting Komentar untuk "Apa Itu Skabies: Penyebab, Gejala, Pengobatan"