"Tapi Kamu Kelihatannya Sehat!"
Berurusan dengan penyakit Myasthenia Gravis (MG) memang sangat tidak menyenangkan. Selain sifat penyakitnya yang tidak terduga, yang membuat kita merasa terbebani, ada juga tantangan besar dalam mengelola emosi saat menghadapi orang-orang di sekitar kita yang tidak (atau tidak bisa) memahami kondisi kita. Semua ini benar-benar bisa menjadi beban tersendiri yang tidak selalu bisa kita tangani sendirian.
Penyakit MG dapat "merusak" kita baik secara fisik maupun mental. Semua penderita MG tahu betul betapa sulitnya menerima kenyataan bahwa setiap hari kita harus berhadapan dengan kelumpuhan, kelelahan, gangguan penglihatan, kesulitan mengunyah dan menelan, ketidakseimbangan koordinasi antara otak dan tubuh, serta perubahan suasana hati yang drastis—mudah marah, mudah sedih, atau sangat sensitif. Banyak pula yang harus berjuang dengan depresi berat yang terkadang memunculkan keinginan untuk bunuh diri.
Dan tidak ada yang lebih menyakitkan selain menerima tanggapan negatif atau "pandangan tidak percaya" dari orang-orang di sekitar kita, yang seringkali memiliki pemahaman yang keliru tentang apa itu penyakit kronis.
Seringkali, orang beranggapan bahwa seseorang dengan penyakit kronis hanya bisa terbaring di tempat tidur, terlihat pucat, demam tinggi, dan sebagainya. Sementara itu, penderita MG seringkali memiliki gejala yang tidak tampak secara kasat mata (invisible symptoms).
Dengan kata lain, kita hanya bisa berharap orang-orang di sekitar kita mengerti betapa sulitnya hidup dengan MG dan bisa memberikan empati. Namun, kenyataannya seringkali sangat berbeda.
Jika kita mengeluhkan rasa sakit, tanggapan yang sering diterima dari keluarga, teman, kolega, atau atasan adalah: "Tapi kamu kelihatannya sehat!", "Kamu nggak mungkin lagi sakit!", "Ah, kamu pasti mengada-ada!", "Jangan manja dong!", atau "Kamu cuma cari perhatian!".
Bagi penderita MG, respon seperti ini terasa seperti pisau yang menusuk jantung. Di satu sisi, memang menyenangkan mengetahui bahwa kita terlihat sehat. Namun, di sisi lain, tanggapan tersebut sangat menyakitkan saat kita sedang merasa sakit, kelelahan, atau sangat lemah.
Respon tersebut terasa menyakitkan karena di dalamnya terkandung banyak "pesan ambigu". Beberapa orang mungkin berniat memberikan dukungan dengan mengatakan, "Kamu terlihat sehat, jadi jangan patah semangat!" atau "Walaupun kamu sakit, kamu hebat dan pasti bisa menghadapinya". Namun, ada juga yang berkomentar dengan nada negatif seperti, "Kamu cuma mengada-ada, nggak mungkin kamu sakit. Kenapa nggak bisa melakukan pekerjaan ini?"
Dikatakan sebagai "si manja" pun bisa melukai kita, karena setiap penderita MG tahu bahwa kemanjaan itu tidak ada dalam hidup mereka. Kita sangat sadar bahwa setiap detik kita berjuang sekuat tenaga untuk tetap hidup dan berusaha menjalani kehidupan senormal mungkin.
Lalu, apa yang harus kita lakukan dalam situasi seperti ini? Apakah kita harus marah kepada orang yang tidak memahami apa yang kita alami?
Marah sepertinya bukan solusi terbaik. Saya rasa cara terbaik untuk menanggapi komentar-komentar tersebut adalah dengan mencoba memahami pesan yang terkandung di dalamnya sebelum memberikan tanggapan. Jika orang tersebut hanya kenalan atau seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat dengan kita, mungkin cukup dengan mengucapkan "terima kasih" dan menjauh. Namun, jika orang itu adalah orang dekat yang perlu memahami kondisi MG, kita bisa mempertimbangkan beberapa pilihan tanggapan seperti berikut:
"Kamu harus tahu bahwa apa yang kamu lihat tidak selalu mencerminkan kenyataan! Saya berharap bisa seprima itu, tapi sayangnya, MG memiliki gejala-gejala yang tidak tampak secara kasat mata."
"Terima kasih—tapi hari ini bukan salah satu hari terbaik saya. Saya sedang merasa sangat lelah dan kondisi fisik saya benar-benar terganggu."
"Mungkin saya terlihat sehat, tapi cuaca panas benar-benar membuat saya merasa sakit. Saya merasa sangat lemah. Apakah kamu keberatan jika saya menurunkan suhu AC menjadi 16–18 derajat?"
"Terima kasih atas dukungannya, tapi depresi yang disebabkan oleh MG berbeda dengan depresi biasa. Ini berkaitan dengan gangguan neuromuskular yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam banyak hal. Emosi saya bisa naik turun tanpa alasan yang jelas. Yang saya butuhkan sekarang adalah seseorang yang bisa membantu menenangkan saya dan membuat saya merasa nyaman, seseorang yang bisa membantu mengalihkan pikiran saya dari rasa putus asa."
dan sebagainya.
Kunci dalam menghadapi semua masalah ini adalah kita harus menjadi "guru" bagi orang-orang di sekitar kita. Kita perlu memutuskan seberapa banyak informasi yang ingin kita bagikan dan siap untuk menjelaskan segala hal tentang MG, termasuk bagaimana gejala-gejalanya yang tidak terlihat dapat mempengaruhi kondisi kita.
Dan yang paling penting adalah selalu memiliki strategi untuk menghadapi MG dalam berbagai situasi: "Selalu berharap untuk yang terbaik, dan selalu bersiap untuk yang terburuk."
itu penyakit berdasarkan medis atau apa mas, soalnya gejala dan gangguannya sangat terlihat aneh. maksudnya hal apa yang membuat kita bisa tahu kalau kita sedang mengalamai sakit seperti itu.?
BalasHapussuka jailin temannya.. nangis sendiri.. peka..sensitif..
HapusMG inih semacam penyakit psikologi yg ditimpa oleh mereka yg punya penyakit menahun ya Mas.? ato apa
BalasHapuskarna,. sepertinya org yg mengalami ini.. begitu sensitif..!
baca posting sebelumnya tentang Myasthenia Gravis, ini penyakit autoimun kronis
BalasHapussetelah era polio, MG adalah salah satu yang terdepan penyebab lumpuh layu
MG menyerang tak terduga, bisa menyerang siapa saja, di-usia berapa saja
karenanya tak sedikit penyandang MG yang mengalami depresi setelah terdiagnosa
untuk memastikan seseorang terkena MG harus dilakukan pemeriksaan medis
Berati tetap harus semangat yah, walaupun terdiagnosa kena MG.
Hapuswahh ternyataa penyakit MG ini sangat fatal juga ya kang, tidak mengenal umur, ,ngerii jugaaaa
BalasHapuskita memang tidak bisa menilai seseorang dari luarnya aja ya mas, dia yang terlihat bugar belum tentu sehat sepenuhnya, mungkin untuk menyikapinya adalah dengan terus bersyukur dan memotivasi diri agar kita tidak tenggelam dalam kekalahan semangat. salam semangat selalu mas.
BalasHapusPenyakit yang berhubungan dengan psikologi ini benar-benar bikin senewen.. Tapi ada satu pepatah bilang, "Hiduplah sesuai aturan, sabarlah disaat sempit, syukurlah di saat lapang. Dengan begitu ragamu akan bugar, dan jiwa mu akan lapang" Saya lupa pepatah itu dari siapa sumbernya.. Mungkin dengan menerapkan pepatah tersebut, penyakit MG ini bisa diminimalkan.. :)
BalasHapusKeliatannya aja sehat, tapi dalemnya kan ngga tau..
BalasHapusTerima kasih sudah mengadaptasi tulisan saya dengan mencantumkan sumbernya. :-)
BalasHapussaya yang seharusnya berterima kasih bu..
Hapusterima kasih ya :)