Haruskah Berhenti Dari BPJS Kesehatan Karena Tidak Sesuai Syariat?


Beberapa waktu lalu beredar fatwanya MUI yang disampaikan di sebuah pesantren di Jawa Tengah. Fatwa tersebut menilai bahwa sistem BPJS yang digunakan sekarang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Singkatnya, dari pemaparan MUI, kesalahan sistem yang ada dalam BPJS Kesehatan terlihat dalam sistem akad dan denda yang dibebankan kepada anggota sebesar dua persen. Hal ini bertentangan dengan prinsip syariah. BPJS pun dianggap telah melakukan kesalahan syariat yang didalamnya terdapat gharar, maisir dan riba.

Saya memahami kalau prinsip halal dan haram tidak berdasarkan asas manfaat, tapi syariat Islam. Saya setuju kalau sistem JKN masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan. Seluruh rakyat Indonesia mungkin sepakat kalau JKN seharusnya tidak memungut premi dan denda. Tapi kan faktanya pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk JKN, kalau pajak di Indonesia gila-gilaan seperti di Eropa mungkin bisa menggunakan sistem non-iuran.

Perlu kita ketahui juga bahwa BPJS Kesehatan / JKN itu ada 3 macam kepesertaan:

1. Mandiri / PBPU / pekerja bukan penerima upah

Peserta BPJS mandiri memang mirip seperti asuransi komersial (ada premi ada denda), ada unsur gharar dan riba, tapi bedanya BPJS berbentuk asuransi sosial yang iurannya terjangkau dan orang yang sudah sakit kronis tetap boleh jadi peserta. Karena itu banyak pasien gagal ginjal yang seumur-umur butuh biaya tinggi untuk hemodialisa (cuci darah), asuransi tidak ada yang mau menanggung penyakit seumur hidup berbiaya tinggi, tapi dengan BPJS hanya bayar 25.500 per bulan bisa dapat cuci darah rutin selama BPJS masih ada.

2. Perusahaan / PPU / pekerja penerima upah

Selama masih menjadi karyawan maka wajib menjadi peserta BPJS PPU. Peserta BPJS perusahaan ini kepesertaannya diwajibkan oleh pemerintah, setiap perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS (kalau tidak, perusahaan dikenai sanksi), besar iuran adalah 5% gaji pokok, dengan perincian 4% oleh perusahaan dan 1% oleh karyawan. Sama seperti Jamsostek yang dulu, walaupun tidak sesuai syariat, hal ini diwajibkan. Maka dari itu minimal bagi pekerja yang sehat adalah mengingkarinya dalam hati.

3. PBI / penerima bantuan iuran

BPJS PBI sama sekali tidak ada permi dan denda. Peserta PBI ini murni gratis atau bebas iuran, karena iurannya ditanggung pemerintah, dan ini khusus warga miskin atau tidak mampu. Info yang beredar peserta PBI sudah mencapai sedikitnya 80 juta orang. Sistem jaminan kesehatan seperti inilah yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Yang saya tekankan di sini, kalau kita bicara BPJS Kesehatan, maka tidak bisa kita pukul rata, karena ada 3 jenis kepesertaan. Selain itu kepesertaan BPJS Kesehatan saat ini telah diwajibkan oleh pemerintah bagi rakyat Indonesia, ormas Islam (termasuk pasantren, dll) di Indonesia berikut anggota telah terkena aturan tersebut (sampai ada revisi UU-nya). Sama seperti pembayaran listrik kalau tidak ingin dikenai denda karena telat membayar, ormas Islam ada baiknya mengkoordinir pembayaran iuran BPJS Kesehatan para anggotanya agar tepat waktu dan terhindar dari denda.

Selain itu, saya pikir bagi orang-orang dengan penyakit kronis atau yang mendapat musibah sakit parah butuh biaya puluhan bahkan ratusan juta, tapi bukan termasuk miskin atau bukan karyawan, maka boleh mendaftar BPJS mandiri, karena masuk kondisi darurat. Saya juga termasuk pasien penyakit kronis yang rutin berobat dengan BPJS Kesehatan dan semoga pemerintah bisa memperbaiki sistem JKN lebih baik lagi.

*Baca juga: Bentuk Jaminan Sosial BPJS Kesehatan

1 komentar untuk "Haruskah Berhenti Dari BPJS Kesehatan Karena Tidak Sesuai Syariat?"

  1. Semoga Allah selalu memberi kekuatan kepada antum untu melalui segala cobaan dengan hati yang Ridha untuk beroleh pahala tanpa batas amin

    BalasHapus